Rabu, 02 September 2020

Pengertian Wacana dan Analisis Wacana Kritis Menurut Ahli

Wawan Setiawan Tirta
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap (Chaer, 2012:265) sehingga  dalam hierarki gramatikal merupakan satuan tertinggi atau terbesar. Dalam wacana ada koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan  (Tarigan, 1987:27). Wacana juga mengandung konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh yang dapat dipahami oleh pembaca atau pendengar.
Secara teoritis, satuan bahasa yang lebih tinggi dibentuk oleh satuan yang lebih rendah satu tingkat di bawahnya. Fonem membentuk morfem, morfem membentuk kata, kata membentuk frasa, frasa membentuk klausa, klausa membentuk kalimat, dan akhirnya kalimat membentuk wacana. Namun sebuah frasa atau kata dapat langsung menjadi kalimat (Chaer, 2012:275). Peristiwa tersebut disebut dengan pelompatan tingkat. Maka dari itu, suatu wacana dapat juga dibentuk dari satu kata atau frasa bahkan fonem.
Wacana dapat juga didefinisikan sebagai cara tertentu untuk membicarakan dan memahami dunia dan aspek dunia (Jorgensen dan Phillips, 2007:2). Dalam pengertian ini wacana diartikan sebagai strategi. Sementara Sobur dengan terlebih dulu memaparkan beberapa definisi wacana kemudian menyimpulkan wacana sebagai rangkaian ujar atau tutur yang teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren untuk mengungkapkan sesuatu hal (Sobur, 2006:11).
Pengertian wacana yang lebih luas adalah teks dan konteksnya secara bersama-sama (Eriyanto,2006:9). Jadi, yang dimaksud dengan wacana adalah teks yang disertai konteks. Tidak hanya teks yang berdiri sendiri. Keberadaan teks yang tidak dihubungkan dengan konteks tidak dapat dipahami sehingga tidak dapat diketahui ide dan pesan seperti yang dimaksud oleh Chaer di atas.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa yang terpenting dalam sebuah wacana adalah adanya ide atau pesan yang disampaikan (dibicarakan). Selama ada ide dan pesan yang disampaikan kepada pendengar atau pembaca maka satuan bahasa tersebut dapat disebut wacana, sehingga tidak lagi memedulikan hierarki satuan bahasa. Dengan demikian, wacana dapat diartikan sebagai satuan bahasa yang mengandung pesan, ide, gagasan, pendapat yang disampaian kepada pembaca atau pendengar baik berupa kata, frasa, atau kalimat dalam bentuk lisan maupun tulisan. Pemahaman terhadap wacana  perlu juga dikaitkan dengan konteksnya. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui pesan yang terkandung di dalamnya. Untuk mendapatkan pesan yang terkandung dalam wacana tersebut analisis yang paling tepat adalah analisis wacana kritis.

Analisis Wacana Kritis

Menurut Eriyanto (2006) ada tiga pandangan analisis wacana. Pertama, pandangan positivisme-empiris yang menekankan pengkajian terhadap benar salah menurut ukuran sintaksis dan semantik. Kedua, pandangan konstruktivisme, analisis wacana dimaksudkan untuk membongkar maksud dan makna-makna tertentu. Ketiga, pandangan kritis menghubungkan analisis kebahasaan dengan konteks.
Jorgensen dan Phillips (2007:114) berpendapat baawa analisis wacana kritis (AWK) digunakan untuk melakukan kajian  tentang hubungan-hubungan antara wacana dan perkembangan sosial dan kultural dalam domain-domain sosial yang berbeda. Selaras dengan pendapat Fairclough dan Wodak (dalam Eriyanto, 2006:7) yang melihat wacana sebagai bentuk dari praktik sosial.
Misalnya, wacana grafiti yang terdapat dalam bak truk. Wacana tersebut muncul untuk menggambarkan keadaan (perilaku) sosial para sopir truk. Kemudian wacana tersebut seolah menjadi ajaran (kesepakatan bersama) yang dapat memengaruhi perilaku sopir truk lain. Wacana dalam bak truk juga dapat dijadikan alat pembenaran terhadap kecenderungan perilaku sosial tertentu.
Ada beberapa model AWK yang diperkenalkan oleh para ahli. Salah satu yang banyak digunakan adalah AWK model van Dijk (Darma, 2009:86). Model AWK van Dijk juga dikenal sebagai model Kognisi Sosial. Suatu teks disusun berdasar kognisi individu pemroduksinya. Kognisi individu tersebut terbentuk oleh kognisi sosial yang sudah berlaku dalam kelompok sosial tertentu. Kognisi sosial tersebut berhubungan dengan konteks sosial. Jadi, ada tiga dimensi wacana yang dikemukakan oleh van Dijk yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.
Jadi, menurut pandangan kritis, wacana dan keadaan sosial saling memengaruhi. Keadaan sosial tertentu melahirkan sebuah wacana. Wacana tersebut juga dapat menjadi alat untuk melegitimasi dan melanggengkan suatu keadaan sosial, bahkan dapat menjadi alat pembenaran terhadap suatu dominasi satu kelompok terhadap kelompok sosial lain.
Dalam AWK, teks berkaitan dengan apa yang dimaknai, dilakukan dan dikatakan oleh masyarakat dalam situasi yang nyata (Darma, 2009:189). Dalam hal ini, teks merupakan ujaran yang terdapat dalam masyarakat. Baik berupa ujaran verbal maupun dalam bentuk turunannya (tulisan) yang tidak berdiri sendiri.
Lebih jauh lagi, dalam AWK yang dimaksud dengan teks tidak hanya berupa satuan bunyi bahasa. Ada kecenderungan menganalisis gambar seolah merupakan teks linguistik (Jorgensen dan Phillips, 2007:116). Sejalan dengan pendapat Cook (dalam Eriyanto, 2006:9) yang menjelaskan bahwa “teks adalah semua bentuk bahasa yang, bukan hanya kata-kata, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi dan salah satunya adalah gambar”. Dengan demikian, tidak hanya bentuk satuan bahasa yang dapat dianalisis. Dalam AWK, jika dihubungkan dengan konteks, gambar dapat menjadi wacana dan dapat dianalisis.
Maka dari itu, dalam AWK dikenal pula istilah struktur mikro dan struktur makro. Struktur mikro disebut pula peristiwa mikro merupakan peristiwa verbal (ujaran atau pun tulisan), struktur makro adalah peristiwa sosial yang lebih luas. AWK memandang ada hubungan timbal balik antara struktur mikro dan struktur makro. Hubungan timbal balik antara struktur mikro (peristiwa verbal) dan struktur-struktur makro yang mengondisikan dan menghasilkan peristiwa mikro (Darma, 2009:71).

DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya.
Eriyanto. 2006. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS.
Jorgensen, M W., Phillips, L.J. 2007. Analisis Wacana Teori dan Metode. Alih bahasa oleh Suyitno, dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media. cet. ke-4. Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Tarigan, H.G. 1987. Pengajaran Analisis Wacana. Bandung: Angkasa.